BANDA NEIRA — Sore itu, angin laut menerobos pelan ke halaman Istana Mini Banda, membawa aroma rempah yang seakan mengantar tamu-tamu penting memulai sebuah perayaan besar.
Di sinilah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian membuka Banda Heritage Festival 2025, Rabu (26/11), dengan kekaguman yang tak bisa ia sembunyikan sejak pertama kali menapakkan kaki.
Tito, yang sudah 30 tahun menekuni dunia diving, menyebut Banda Neira sebagai salah satu surga bawah laut terbaik yang pernah ia lihat. Kata-katanya mengalir deras, tanpa jeda.
“Saya pernah diving di Papua, Sumatra, dan beberapa negara luar negeri, tapi jujur, terumbu karang di Banda masih utuh, tebal. Ikan besar-besar, air jernih bisa lihat 40 meter ke dalam,” ujarnya.
Ia bahkan melihat ikan Napoleon dan hiu macan di antara gugusan karang pemandangan yang membuatnya menilai Banda sebagai kawasan yang “benar-benar diberkahi.”
Baca juga : PWI Bentuk Majelis Tinggi Organisasi
Namun kekaguman Tito tak hanya pada pesona laut. Ia juga menyinggung sejarah panjang Banda sebagai Spice Island, pusat perdagangan cengkeh dan pala yang pernah menjadi rebutan bangsa-bangsa Eropa.
Dari arsitektur kolonial, benteng-benteng tua, hingga jejak pengasingan tokoh-tokoh bangsa, semuanya menurut Tito adalah kekuatan yang tak boleh hilang.
“Budaya Banda itu campuran Jawa, Sulawesi, China, Arab, Eropa. Ini bukan pertunjukan, tapi hidup sehari-hari,” katanya.
Tetapi di balik segala kemegahan itu, Tito mengajak seluruh pihak untuk jujur melihat ke dalam.
“Masih ada warga yang hidup di bawah garis kemiskinan, stunting, infrastruktur kurang. Pertanyaannya, mau dibawa ke mana Banda ini?” ujarnya penuh reflektif.
Ia menawarkan satu visi, pariwisata ramah lingkungan seperti Bali, namun dengan karakter Banda yang unik.
“Banda punya modal besar. Pariwisata bisa serap tenaga kerja, tingkatkan PAD, dan tetap menjaga lingkungan,” katanya.
Sementara itu, Bupati Maluku Tengah Zulkarnain Awat Amir memberikan apresiasi mendalam terhadap kehadiran Mendagri dan para tamu kehormatan lainnya. Dalam sambutannya,
Ia menegaskan bahwa Banda Heritage Festival bukan sekadar perayaan empat hari, tetapi gerbang untuk memperlihatkan Banda dari darat hingga laut, dari budaya hingga sejarah, dari Banda Neira hingga Banda Besar dan Pulau Gunung Api.
Ia mengingatkan bahwa Banda telah ditetapkan sebagai Kawasan Pariwisata Strategis Nasional (KPSN), dan pemerintah daerah sedang mendorong langkah lebih jauh,menjadikan Banda sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) agar rencana tata ruang, pelestarian warisan, dan pengembangan ekonomi masyarakat berjalan lebih terarah.
“Semua berasal dari Banda. Keharuman pala dan cengkih di tempat kecil ini mengguncang dunia. Banda adalah poros awal peradaban Nusantara dalam peta global,” ujar Bupati Zulkarnain.
Ia pun menggambarkan Banda dalam puitis namun nyata, sebuah tempat di mana seseorang bisa menatap megahnya Gunung Api Lewerani dari bibir pantai, merendam kaki di air yang tenang, sambil menikmati kopi panas beraroma kayu manis dan pala. “Sederhana, tapi tak terlupakan,” ujarnya.
Di penghujung acara, Banda seakan berdiri sebagai panggung alam dan sejarah yang sudah lama menunggu lampu sorotnya. Pertanyaannya kini berpulang pada semua pihak, apakah Banda siap melangkah ke masa depan dan bersinar di panggung dunia. (Rn-01).